Nasrudin hampir selalu miskin. Ia tidak mengeluh, tapi suatu hari
istrinyalah yang mengeluh. "Tapi aku mengabdi kepada Allah saja," kata Nasrudin.
"Kalau begitu, mintalah upah kepada Allah," kata istrinya.
Nasrudin langsung ke pekarangan, bersujud, dan berteriak keras-keras,
"Ya Allah, berilah hamba upah seratus keping perak!" berulang-ulang.
Melihat tingkah Nasrudin tersebut timbul niat iseng tetangganya yang sedari dulu ingin mempermainkan Nasrudin dengan melemparkan seratus
keping perak ke kepala Nasrudin.
"Hai, aku ternyata memang wali Allah. Ini upahku dari
Allah." teriak nasrudin dan langsung membawa uang tersebut untuk diperlihatkan kepada istrinya .
Melihat Nasrudin
membawa lari uang itu ke dalam rumah dengan gembira, Sang tetangga pun menyerbu rumah Nasrudin, sembari meminta kembali uang yang
baru dilemparkannya. "Hai Nasrudin uang tersebut milik saya dan sengaja saya lempar ke arah kamu untuk menggodamu"
Nasrudin menjawab "Aku memohon kepada Allah,
dan uang yang jatuh itu pasti jawaban dari Allah."
Tetangganya pun marah dan tidak terima dengan mengajak Nasrudin menghadap hakim.
Nasrudin
berkelit, "Aku tidak pantas ke pengadilan dalam keadaan begini.
Aku tidak punya kuda dan pakaian bagus. Pasti hakim berprasangka
buruk pada orang miskin."
Akhirnya Sang tetangga meminjamkan jubah dan kuda dan berangkatlah mereka berdua menghadap hakim. Tetangga Nasrudin
segera mengadukan halnya pada hakim dengan menceritakan kronologi kejadiannya.
"Nasrudin Bagaimana pembelaanmu?" tanya hakim.
"Tetangga saya ini gila, Tuan," kata Nasrudin.
"Apa buktinya?" tanya hakim.
"Tuan Hakim bisa memeriksanya langsung. Ia pikir segala yang ada
di dunia ini miliknya. Coba tanyakan misalnya tentang jubah saya
dan kuda saya, tentu semua diakui sebagai miliknya, Apalagi pula
uang saya."
Dengan kaget, sang tetangga berteriak, "Tetapi itu semua memang
milikku!"
Bagi sang hakim, bukti-bukti sudah cukup dan Perkara pun selesai.