Naruto Musang Ekor 9


Kematian Tragis Para Pemimpin

Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali) adalah contoh para pemimpin teradil di muka bumi ini, setelah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Merekalah para pemimpin yang disebut oleh Nabi sebagai pemimpin yang mendapatkan bimbingan Allah. Pemimpin yang menerapkan syariat Islam dengan utuh dan adil terhadap rakyatnya. Keadilannya, tidak pernah dijumpai dalam sejarah hidup pemimpin manapun di muka bumi ini.

Tetapi mereka semua meninggal dengan cara yang tragis!! Inilah kematian mereka satu per satu dalam rekaman sejarah Islam. Setelah mereka mempersembahkan kepemimpinan yang membuat langit memuji mereka.

Abu Bakar dalam sebuah riwayat meninggal karena diracun
Umar bin Khattab meninggal karena ditusuk oleh Majusi
Utsman bin Affan meninggal dibantai oleh orang kafir dan muslim fasik
Ali bin Abi Thalib meninggal dengan pedang tokoh kelompok khawarij
Umar bin Abdul Aziz meninggal diracun oleh para pejabat lama yang marah

Abu Bakar Diracun oleh Yahudi?
Para ulama berbeda pendapat tentang penyebab kematian Abu Bakar. Ada yang berpendapat bahwa sebab kematian Abu Bakar adalah sakit yang disebabkan oleh karena beliau mandi pada cuaca yang sangat dingin.

Tetapi ada yang berpendapat bahwa Abu Bakar meninggal karena diracun oleh Yahudi setahun sebelum wafatnya. Sebagaimana yang bisa kita baca dalam kitab tarikh al-Khulafa’ (1/74, MS) karangan Imam as-Suyuthi dan tarikh ath-Thabari.

Umar Ditusuk oleh Majusi
Pagi itu bukan hanya Umar yang ditusuk oleh Abu Lu’luah. Tetapi ada 13 orang lainnya. Dari mereka, 7 meninggal. Penusukan yang telah ditargetkan oleh Abu Lu’luah yang beragama majusi berdasarkan dendam terhadap Umar dan juga muslimin.

DR. Ali Muhammad ash-Shalabi mengatakan bahwa bukti kuat kalau Abu Lu’luah bukan hanya memiliki dendam pribadi kepada Umar tetapi juga kepada muslimin adalah dia menusuk 13 muslimin yang sedang berjamaah Shalat Shubuh. “Kalaulah benar Umar telah berbuat dzalim kepadanya, tetapi apa dosa para shahabat yang dia tusuk. Dan aku berlindung kepada Allah menyebut Umar sebagai orang dzalim,” begitu Ali ash-Shalabi menjelaskan (Umar bin Khattab h. 644)

Utsman Dibantai oleh Para Pemberontak
6 tahun pertama pemerintahan Utsman adalah pemerintahan yang begitu menyenangkan dan menentramkan seluruh manusia. Utsman yang lembut bertemu dengan kelanjutan kebijakan adil zaman Umar merupakan penyebab kenyamanan itu.

6 tahun kedua pemerintahannya, adalah merupakan tahun-tahun sulit penuh fitnah. Bahkan fitnah itu melebar hingga ke zaman kita dan sungguh tidak mudah diurai oleh masyarakat awam.

DR. Ali Muhammad ash-Shalabi (Utsman ibn Affan h. 146, MS) menukil dari ath-Thabari dalam Tarikh al-Umam w al-Muluk dan Ibnu al-Atsir dalam al-Kamil fi al-Tarikh keberadaan penggerak di balik layar fitnah yang ditujukan kepada Utsman. Orang itu adalah Abdullah bin Saba’, seorang yahudi dari Yaman yang berkeliling kota-kota Islam dari Hijaz, Bashrah, Kufah dan Syam untuk menyebarkan fitnah seputar Utsman. Tetapi dia gagal total. Hingga saat dia pergi ke Mesir, di sanalah fitnah itu mendapatkan pendukungnya. Dan menyebarlah fitnah itu...

Ali Dibunuh Orang Khawarij
Kelompok khawarij adalah sekte sesat di tubuh  muslimin yang merasa benar dan dekat dengan Allah serta mengkafirkan muslimin lainnya yang tidak sepaham dengan mereka, hingga para shahabat seperti Ali sekalipun. Kelompok ini telah diingatkan oleh Nabi saat beliau masih hidup. Pemahaman yang dangkal yang berbalut semangat adalah penyebabnya. Secara dzahir, mereka sangat meyakinkan sebagai seorang muslim dengan ibadah-ibadah yang mereka lakukan. Tetapi mereka adalah kelompok sesat.

Zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib, kelompok ini diperlakukan dengan sangat bijak oleh Ali. Dialog ilmiah dibangun dengan sangat baik oleh Ali, hingga keputusan yang sangat ilmiah dan tidak terbawa emosi. Tetapi saat mereka menumpahkan darah, meneror masyarakat muslim dan merampok, terpaksa Ali sebagai pemimpin negara harus melakukan perlawanan. Perang Nahrawan pun meletus antara Ali dan kaum khawarij.

Sesungguhnya saat Ali mengetahui kaum khawarij telah melakukan teror, dia tidak langsung memerangi tetapi meminta agar mereka menyerahkan para pembunuh untuk dihukum. Tetapi mereka justru berkata: kami semua pembunuhnya. Maka Ali pun membawa pasukan yang semula hendak dibawa ke Syam, untuk memerangi kaum Khawarij di Nahrawan pada Bulan Muharram 38 H.

Hari Ini Hari Apa

Pada suatu hari, Sultan Harun al-Rasyid memanggil Abu Nawas menghadap ke Istana. Kali ini Sultan ingin menguji kecerdikan Abu Nawas. Sesampainya di hadapan Sultan, Abu Nawas pun menyembah. Dan Sultan bertitah, “Hai, Abu Nawas, aku menginginkan enam ekor lembu berjenggot yang pandai bicara, bisakah engkau mendatangkan mereka dalam waktu seminggu ? Kalau gagal, akan aku penggal lehermu.

“Baiklah, tuanku Syah Alam, hamba junjung tinggi titah tuanku.”

Semua punggawa istana yang hadir pada saat itu, berkata dalam hati, “Mampuslah kau Abu Nawas!”

Abu Nawas bermohon diri dan pulang ke rumah. Begitu sampai di rumah, ia duduk berdiam diri merenungkan keinginan Sultan. Seharian ia tidak keluar rumah, sehingga membuat tetangga heran. Ia baru keluar rumah persis setelah seminggu kemudian, yaitu batas waktu yang diberikan Sultan kepadanya.

Ia segera menuju kerumunan orang banyak, lalu ujarnya, “Hai orang-orang muda, hari ini hari apa?”

Orang-orang yang menjawab benar akan dia lepaskan, tetapi orang-orang yang menjawab salah, akan ia tahan. Dan ternyata, tidak ada seorangpun yang menjawab dengan benar. Tak ayal, Abu Nawas pun marah-marah kepada mereka, “Begitu saja kok anggak bisa menjawab. Kalau begitu, mari kita menghadap Sultan Harun Al-Rasyid, untuk mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya.”

Keesokan harinya, balairung istana Baghdad dipenuhi warga masyarakat yang ingin tahu kesanggupan Abu Nawas membawa enam ekor Lembu berjenggot.

Sampai di depan Sultan Harun Al-Rasyid, ia pun menghaturkan sembah dan duduk dengan khidmat. Lalu, Sultan berkata, “Hai Abu Nawas, mana lembu berjenggot yang pandai bicara itu?”

Tanpa banyak bicara, Abu Nawas pun menunjuk keenam orang yang dibawanya itu, “Inilah mereka, tuanku Syah Alam.”

“Hai, Abu Nawas, apa yang kau tunjukkan kepadaku itu?”

“Ya, tuanku Syah Alam, tanyalah pada mereka hari apa sekarang,” jawab Abu Nawas.

Ketika Sultan bertanya, ternyata orang-orang itu memberikan jawaban berbeda-beda. Maka berujarlah Abu Nawas, “Jika mereka manusia, tentunya tahu hari ini hari apa. Apalagi jika tuanku menanyakan hari yang lain, akan tambah pusinglah mereka. Manusia atau hewan kah mereka ini? “Inilah lembu berjenggot yang pandai bicara itu, Tuanku.”

Sultan heran melihat Abu Nawas pandai melepaskan diri dari ancaman hukuman. Maka Sultan pun memberikan hadiah 5.000 dinar kepada Abu Nawas.

Sebuah Kebijaksanaan

Al Kisah suatu ketika Nasrudin diundang untuk menghadiri sebuah acara pesta perkawinan. Sebelumnya, di tempat yang sama di rumah orang yang sedang menggelar acara pesta pernikahan itu, nasrudin pernah kehilangan sepasang sandalnya. 

Karenanya sekarang nasrudin tidak lagi meninggalkan sepatunya di dekat pintu masuk, akan tetapi menyimpan sandal di balik jubahnya.

Didalam ruangan nasrudin bertegur sapa dengan sang pemilik hajat , “Buku apa itu di dalam sakumu?” tanya tuan rumah kepada Nasrudin.

“Aha, mungkin dia sedang mencari - cari sepatuku,” pikir Nasrudin dalam hati

“untung lah aku dikenal sebagai kutu buku”
 
Dengan lantang dan percaya diri Nasrudin menjawab : “Tonjolan yang engkau lihat ini adalah Sebuah Kebijaksanaan.”

Membantu Orang Membayar Hutang

“Saudaraku,” kata Nasrudin kepada seorang tetangga, “aku sedang mengumpulkan uang untuk membayar utang seorang laki-laki yang amat miskin, yang tidak mampu memenuhi tanggung jawabnya.”

“Sikap yang amat terpuji,” komentar tetangga itu, dan kemudian memberinya sekeping uang.

“Siapakah orang itu?”

“Aku,” kata Nasrudin sambil bergegas pergi. Beberapa minggu kemudian Nasrudin muncul lagi di depan pintu tetangganya itu. “Kupikir, kau mau membicarakan soal utang,” kata sang tetangga yang sekarang tampak sinis.

“Betul demikian.”

“Ada seseorang yang tidak bisa membayar utangnya dan engkau mengumpulkan sumbangan untuknya?”

“Ya. Memang demikian adanya.”

“Lalu engkau sendiri yang meminjam uang itu?”

“Tidak untuk saat ini.”

“Aku senang mendengarnya. Ini ambillah sumbangan ini”

“Terima kasih…”

“Satu hal, Nasrudin. Apa yang membuatmu begitu bersikap manusiawi terhadap masalah yang khusus ini?”

“Oh, rupanya kamu tahu… akulah yang memberi pinjaman”

Merusak Rumah Tuan Kadi

Pada suatu sore, ketika Abu Nawas sedang mengajar murid-muridnya, ada dua orang tamu datang ke rumahnya. Yang seorang adalah wanita tua penjual kahwa, sedang satunya lagi adalah seorang pemuda berkebangsaan Mesir. Wanita tua itu mengucapkan beberapa patah kata kemudian diteruskan dengan si pemuda Mesir. Setelah mendengar pengaduan mereka, Abu Nawas menyuruh murid-muridnya menutup kitab mereka. "Sekarang pulanglah kalian. Ajak teman-teman kalian datang kepadaku pada malam hari ini sambil membawa cangkul, penggali, kapak dan martil serta batu."

Murid-murid Abu Nawas merasa heran, namun mereka begitu patuh kepada Abu Nawas. Dan mereka merasa yakin gurunya yang sering membuat kejutan selalu berada di pihak yang benar. Pada malam harinya mereka datang ke rumah Abu Nawas dengan membawa peralatan yang diminta oleh Abu Nawas. Berkata Abu Nawas, "Hai kalian semua! Pergilah malam hari ini untuk merusak rumah Tuan Kadi yang baru jadi."

"Hah ? Merusak rumah Tuan Kadi ?" gumam semua muridnya keheranan. "Apa ? Kalian jangan ragu. Laksanakan saja perintah gurumu ini!" kata Abu Nawas menghapus keraguan murid-muridnya.

"Barang siapa yang mencegahmu, jangan kau perdulikan, terus pecahkan saja rumah Tuan Kadi yang baru. Siapa yang bertanya, katakan saja aku yang menyuruh merusak. Barang siapa yang hendak melempar kalian, maka pukullah mereka dan lemparilah dengan batu."

Habis berkata demikian, murid-murid Abu Nawas bergerak ke arah Tuan Kadi. Laksana demonstran mereka berteriak-teriak menghancurkan rumah Tuan Kadi. Orang-orang kampung merasa heran melihat kelakukan mereka. Lebih-lebih ketika tanpa basa-basi lagi mereka langsung merusak rumah Tua Kadi. Orang-orang kampung itu berusaha mencegah perbuatan mereka, namun karena jumlah murid-murid Abu Nawas terlalu banyak maka orang-orang kampung tak berani mencegah. Melihat banyak orang merusak rumahnya, Tuan Kadi segera keluar dan bertanya,

"Siapa yang menyuruh kalian merusak rumahku?" Murid-murid itu menjawab, "Guru kami Tuan Abu Nawas yang menyuruh kami !"

Habis menjawab begitu mereka bukannya berhenti malah terus menghancurkan rumah Tuan Kadi hingga rumah itu roboh dan rata dengan tanah. Tuan Kadi hanya bisa marah-marah karena tidak orang yang berani membelanya, "Dasar Abu Nawas provokator, orang gila! Besok pagi aku akan melaporkannya kepada Baginda."

Benar, esok harinya Tuan Kadi mengadukan kejadian semalam sehingga Abu Nawas dipanggil menghadap Baginda. Setelah Abu Nawas menghadap Baginda, ia ditanya. "Hai Abu Nawas apa sebabnya kau merusak rumah Kadi itu." Abu Nawas menjawab, "Wahai Tuanku, sebabnya ialah pada suatu malam hamba bermimpi, bahwasanya Tuan Kadi menyuruh hamba merusak rumahnya. Sebab rumah itu tidak cocok baginya, ia menginginkan rumah yang lebih bagus Iagi. Ya, karena mimpi itu maka hamba merusak rumah Tuan Kadi."

Baginda berkata, "Hai Abu Nawas, bolehkah hanya karena mimpi sebuah perintah dilakukan ? Hukum dari negeri mana yang kau pakai itu ?" Dengan tenang Abu Nawas menjawab, "Hamba juga memakai hukum Tuan Kadi yang baru ini Tuanku" Mendengar perkataan Abu Nawas seketika wajah Tuan Kadi menjadi pucat. Ia terdiam seribu bahasa. "Hai Kadi benarkah kau mempunyai hukum seperti itu ?" tanya Baginda.

Tapi Tuan Kadi tiada menjawab, wajahnya nampak pucat, tubuhnya gemetaran karena takut. "Abu Nawas ! Jangan membuatku pusing ! Jelaskan kenapa ada peristiwa seperti ini !" perintah Baginda.

"Baiklah..." Abu Nawas tetap tenang. "Baginda... beberapa hari yang lalu ada seorang pemuda Mesir datang ke negeri Baghdad ini untuk berdagang sambil membawa harta yang banyak sekali. Pada suatu malam ia bermimpi kawin dengan anak Tuan Kadi dengan mahar (mas kawin) sekian banyak. ini hanya mimpi Baginda. Tetapi Tuan Kadi yang mendengar kabar itu langsung mendatangi si pemuda Mesir dan meminta mahar anaknya. Tentu saja pemuda Mesir itu tak mau membayar mahar hanya karena mimpi. Nah, di sinilah terlihat arogansi Tuan Kadi, ia ternyata merampas semua harta benda milik pemuda Mesir sehingga pemuda itu menjadi seorang pengemis gelandangan dan akhimya ditolong oleh wanita tua penjual kahwa."

Baginda terkejut mendengar penuturan Abu Nawas, tapi masih belum percaya, maka ia memerintahkan Abu Nawas agar memanggil si pemuda Mesir. Pemuda Mesir itu memang sengaja disuruh Abu Nawas menunggu di depan istana, jadi mudah saja bagi Abu Nawas memanggil pemuda itu ke hadapan Baginda. Berkata Baginda Raja, "Hai anak Mesir ceritakanlah hal-ihwal dirimu sejak engkau datang ke negeri ini." Ternyata cerita pemuda Mesir itu sama dengan cerita Abu Nawas. Bahkan pemuda itu juga membawa saksi yaitu Pak Tua pemilik tempat kost dia menginap.

"Kurang ajar! Ternyata aku telah mengangkat seorang Kadi yang bejad moralnya." Baginda sangat murka. Kadi yang baru itu dipecat dan seluruh harta bendanya dirampas dan diberikan kepada si pemuda Mesir. Setelah perkara selesai, kembalilah si pemuda Mesir itu dengan Abu Nawas pulang ke rumahnya.

Pemuda Mesir itu hendak membalas kebaikan Abu Nawas. Berkata Abu Nawas, "Janganlah engkau memberiku barang sesuatupun kepadaku. Aku tidak akan menerimanya sedikitpun jua." Pemuda Mesir itu betul-betul mengagumi Abu Nawas. Ketika ia kembali ke negeri Mesir ia menceritakan tentang kehebatan Abu Nawas itu kepada penduduk Mesir sehingga nama Abu Nawas menjadi sangat terkenal.